Website Resmi Desa Balobone - Kecamatan Mawasangka

SEJARAH DESA

Sejarah

Nama "Balobone" berasal dari bahasa lokal yang kemungkinan besar berkaitan dengan akar budaya suku Cia-Cia atau Wolio yang mendominasi wilayah Buton. Secara etimologis, "Balo" dapat diartikan sebagai "tempat" atau "wilayah", sedangkan "Bone" sering merujuk pada tanah atau daerah yang subur dan dihuni. Maka, Balobone bisa dimaknai sebagai "wilayah tanah pemukiman" atau "daerah yang ditempati secara turun-temurun". Menurut cerita dari para tetua desa, nama ini sudah digunakan sejak dahulu kala, bahkan sebelum wilayah ini secara administratif ditetapkan sebagai desa definitif. Nama tersebut mencerminkan identitas lokal yang kuat serta hubungan erat masyarakat dengan alam sekitarnya.

Sejarah permukiman di Desa Balobone berawal dari kelompok masyarakat yang membuka lahan untuk bertani dan berkebun. Mereka datang dari wilayah pesisir dan dataran tinggi sekitar Buton, mencari daerah baru yang subur dan dekat dengan sumber air. Wilayah Balobone yang memiliki kontur tanah yang relatif datar dan kaya akan sumber daya hayati menjadi pilihan ideal. Seiring waktu, pemukiman mulai berkembang dengan adanya rumah-rumah panggung khas Buton, lumbung, dan tempat ibadah. Masyarakat hidup berdampingan dalam sistem sosial yang menjunjung tinggi gotong royong, musyawarah, dan nilai adat.

Desa Balobone secara resmi ditetapkan sebagai desa definitif pada masa pemerintahan Kabupaten Buton, sebelum pemekaran menjadi Kabupaten Buton Selatan. Seiring dengan itu, pemerintahan desa mulai dibentuk dan kepala desa pertama ditunjuk sesuai prosedur administratif. Sejak berdirinya, kepemimpinan di desa ini berjalan secara demokratis melalui pemilihan kepala desa secara langsung. Dengan status administratif yang jelas, Balobone mulai menerima berbagai program pembangunan, termasuk infrastruktur jalan, pendidikan, dan layanan kesehatan dasar.

Masyarakat Desa Balobone dikenal religius, menjunjung tinggi adat istiadat, dan hidup harmonis dalam keragaman. Tradisi seperti karia'a, posuo (puasa adat sebelum Ramadhan), serta kegiatan gotong royong membangun fasilitas umum masih dijalankan hingga kini. Bahasa daerah seperti bahasa Cia-Cia dan Wolio digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama oleh orang tua dan dalam acara adat. Islam merupakan agama mayoritas, dan nilai-nilai keagamaan sangat mewarnai aktivitas sosial masyarakat.

Balobone memiliki potensi besar di bidang pertanian, perikanan, dan hasil hutan non-kayu. Tanaman seperti jagung, ubi, kelapa, dan hasil laut seperti ikan dan rumput laut menjadi sumber penghidupan utama masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah desa bersama masyarakat terus mendorong pembangunan berbasis partisipasi masyarakat. Fokus pembangunan mencakup pendidikan, pelestarian budaya, pemberdayaan pemuda, serta pengembangan ekonomi lokal yang ramah lingkungan.